Selasa, 28 Januari 2014

Cacat???




Putraku punya kosakata baru; cacat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia cacat artinya kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna yang terdapat pada badan, benda atau akhlak. 

Ketika melihat kucing melintas dengan jalan timpang, dia berteriak "Ma, kucingnya cacat." Saat melihat seekor semut berkaki lima dia juga teriak "Ma, ada semut cacat." Waktu memandang daun yang melengkung kedalam, dia lagi-lagi teriak, "Ma, daunnya cacat." Semua yang tidak umum katanya cacat. Dan dia sangat bangga dengan kata barunya itu.

Lalu di hari Sabtu yang indah, aku menemaninya test kenaikan tingkat taekwondo. Karena test dilaksanakan bersama dengan klub dari berbagai dujong maka suasananya sangat ramai. Aku beserta anakku memilih duduk di balkon sambil menunggu guliran. Jarak beberapa bangku di depan kami duduk seseorang yang memakai kaus ketat, bertubuh ramping, berkulit putih dan berambut lurus sepunggung. Dia membelakangi kami. Aku tak bisa melihat wajahnya.

Tiba-tiba, "Mamaaa, lihat! ibu itu cacat!" 
Aku langsung gelagapan. Bukan hal yang sopan mengatai seseorang cacat. "Husss hush huss..." kataku sambil menempelkan jari ke mulutnya. Tapi anakku terlalu bersemangat, dia menepis jariku dan berteriak, "Mama, lihat, lihat! ibu itu cacat." 

Aihhhh, karena merasa tak punya pilihan akhirnya kataku, "Ibu mana?" 
"Itu ma, yang pake baju putih."
"Mannnaaa?"
"Itu ma, itu..." jarinya menunjuk seseorang yang sedang duduk memunggungi kami.
Seseorang bertubuh ramping, berkulit putih, dan berambut panjang sepunggung.  
"Cacat???" tanyaku bingung.
"Iya, cacat!" jawabnya semakin semangat.
Lalu seseorang itu membalikkan wajahnya, ternyata dia laki-laki. Ada kumis melintang di atas bibirnya. 
"Mama lihat? ibu itu cacat. IBU ITU PUNYA KUMIS!" 
Aku melongo....

Lalu, "Itu laki-laki bang, bukan ibu-ibu."
"Kan rambutnya panjang ma."
"Dia laki-laki yang berambut panjang."
"Kok, laki-laki rambutnya panjang?? jadi seperti perempuan?"

Well, aku gak bisa menjawab. Iya yah, kenapa laki-laki rambutnya panjang?
(Maaf bagi pembaca yang kebetulan laki-laki berambut panjang). 
 
   

Rabu, 22 Januari 2014

Ketika Cinta Terbelah Dua

Ketika Cinta Terbelah Dua

Ada sepasang mata bening yang berkaca-kaca ketika ia bercakap denganku sore itu....


"Mama udah nggak cinta abang lagi ya?"
"Cinta..."
"Kenapa mama marah-marah terus?"
"Karena kamu bersikap buruk."
"Seperti apa?"
"Kamu rebut mainan adik, ambil jajanan adik, kamu lempar mainan adik, kamu kasarin adik."
"Adik juga sering ambil mainan abang. Kok, nggak dimarahin?"
"Karena adik masih kecil"
"Kalau masih kecil boleh bersikap buruk?"
"Bukan begitu, adik masih kecil jadi belum faham."
"Memangnya abang udah besar?"
"Sudah."
"Abangkan masih kecil."
"Abang udah sekolah, udah bisa ngerti."
"Abang pengen tetap kecil."
"Kenapa?"
"Biar mama tetap sayang dan gak marah-marah lagi."
"Mama sayang abang, kok."
"Tapi sekarang mama gak mau main sama abang lagi."
"Mama sibuk ngurusin adik."
"Mama juga gak mau senyum sama abang."
"Lho, mama kan senyum."
"Dulu selalu senyum. Sekarang nggak."
"Menurut abang begitu."
"Iya. Karena adik kan ma?"
"Bukan, kadang-kadang mama kehabisan waktu."
"Memangnya senyum itu lama, ma?"
"Bukan begitu, mama terlalu capek jadi malas senyum."
"Mama sedang bohong ya? kok mama senyum terus sama adik?"
"Begitu ya?"
"Karena adik masih kecil ya ma?"
"Emmm..."
"Karena adik lucu ya ma?"
"Nggg..."
"Karena adik gak nakal ya ma?"
"Eeeee..."

"Abang udah gak lucu ya ma?"
"Bukan..."
"Abang nakal ma?"
"Bukan..."
Lalu ia menjulurkan tangannya, meletakkan selembar kertas di pangkuanku dan berlari. Ini yang diberikannya.....

 

Duh, anakku! I'm so sorry....


Mungkin mulai hari ini kita harus bertanya pada diri sendiri, seberapa adil cinta kita dibagi?

Selasa, 14 Januari 2014

Children Learn What They Live

Untuk aku, kamu dan kita pikirkan...



Children Learn What They Live
(Anak Belajar dari Kehidupannya)
By: Dorothy Law Nolte

If a child lives with criticism, He learns to condemn.
(Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki)

If a child lives with hostility, He learns to fight.
(Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi)

If a child lives with ridicule, he learns to be shy
(Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri)

If a child lives with a shame, he learns to feel guilty
(Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri)

If a child lives with tolerance, he learns to be patient
(Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri)

If a child lives with encouragement, he learns to be confident
(Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri)

If a child learns with praise, he learns to appreciate
(Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai)

If a child lives with fairness, he learns justice
(Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan)

If a child lives with security, he learns to have faith
(Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan)

If a child lives with approval, he learns to like himself
(Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya)

If a child lives with acceptance and friendship, he learns to find love in the world
(Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan).